Transliterasi Arab- Latin dalam katalogisasi literatur berbahasa Arab
Transliterasi
Arab-Latin
Kaelani (2003)
mengungkapkan bahwa transliterasi perlu mendapatkan perhatian tersendiri, sebab
suatu bahan pustaka yang berasal dari terjemahan tidak semua bahasanya telah
menjadi bahasa baku Indonesia. Untuk itu, transliterasi menjebatani antara
ketidak bakuan itu, dengan acuan yang telah disepakati. Hal ini akan mempunyai
konsekuensi dalam penjajaran.[1]
Misalnya : “HADIS” bukan “HADIST”
“QUR’AN”
bukan “QURAN” atau “ALQURAN
Tujuan transliterasi
dalam pengkatalogan adalah agar teks dalam tulisan lain dapat disalin dengan
menggunakan mesin tik atau alat lain yang hanya menyediakan huruf-huruf latin
yang mungkin hanya dengan menambah tanda-tanda diakritik.
1.
Definisi
transliterasi
KBBI (1999:1071)
menyebutkan bahwa transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian Huruf dari
abjad yang satu ke abjad yang lain.
Daily dalam
encyclopedia of library and information science Mengartikan kata-kata
transliterasi sebagai mengganti alfabet dengan alfabet lain atau mengganti
syllabary dengan alfabet. Syllabary (silabari) yang dimaksud adalah cara
penulisan yang terdapat pada bahasa jepang atau bahasa amhari, yaitu satu set
lambang tertulis yang digunakan untuk mewakili bunyi berupa suku kata dari
kata-kata dari suatau bahasa. Oleh sebab itu, sistem penulisan semacam ini bisa juga disebut sistem aksara suku
kata. Satu aksara mewakili bunyi suku kata. [2]
Dalam pedoman transliterasi Departemen Agama tahun 2003
Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalih hurufan dari abjad yang satu ke
abjad yang lain. Transliterasi arab-latin disini adalah penyalinan huruf-huruf
arab dengan huruf-huruf latin beserta perangkatnya. [3]
Spalding mengartikan
Romanization sebagai istilah umum bagi pemindahan nama atau teks tertulis
menurut penulisan non-Roman ke huruf-huruf alfabet Romawi. Menurutnya,
transliterasi adalah metode untuk romanisasi, yaitu mengganti huruf yang
ditulis dalam alfabet non-Roman dengan alfabet romawi (huruf latin), huruf demi
huruf sesuai dengan tabel yang ada, satu huruf dengan satu huruf atau lebih,
atau satu huruf ditambah tanda diakritik. Metode lain dalam romanisasi menurut Spalding
adalah transkripsi, yaitu mengganti sistem penulisan dari bahasa tertentu ke
sistem lain sesuai dengan bunyi yang dilafalkan menurut ejaan tertentu.
Peter salim,
mengartikan kata transliterated, transliterating, transliterates dengan:
menulis suatu bahasa dengan suatu bahasa lain, mengubah hurufnya. Sedang kata
transliteration diartikan dengan: penulisan dengan huruf bahasa lain, perubahan
huruf. Arti lain, perubahan huruf. Arti lain adalah lambing bunnyi, fonem atau
kata dalam sistem penulisan atau lambing yang ditentukan menurut aturan tata
bahasa. Adapun transcription diartikan dengan penyalinan lambing bunyi. [4]
2.
Pedoman
transliterasi dalam pengkatalogan
Pedoman transliterasi
adalah tabel yang menunjukan penggantian huruf tertentu dengan huruf lain,
sehingga memungkinkan penggantian itu dilakukan secara taat asas. Maka
transliterasi yang menggunakan pedoman sering juga disebut systematic transliteration (transliterasi sistematik) dan pedoman
disebut bagan, tabel dan skema transliterasi.
Transliterasi arab
latin memang dipelajari oleh bangsa Indonesia karena huruf arab dipergunakan
untuk menuliskan kitab suci agama Islam berikut penjelasannya (Al-Qur’an dan
hadis), sementara bangsa Indonesia menggunakan huruf latin untuk menuliskan
bahasanya. Karena ketiadaan pedoman yang baku, yang dapt dipergunakan oleh umat
Islam di Indonesia yang merupakan mayoritas bangsa Indonesia, transliterasi
Arab Indonesia banyak ragamnya.
Pada tahun 1976
Wellisch melaporkan hasil surveinya mengenai transliterasi di perpustakaan
seluruh dunia. Diantara laporannya disebutkan pedoman transliterasi yang cukup
luas daerah pemakaiannya. Sesuai dengan urutannya, pedoman transliterasi yang
banyak digunakan di perpustakaan di seluruh dunia adalah sebagai berikut:[5]
a. Pedoman
yang diterbitkan perpustakaan Nasional Amerika Serikat (library of congress).
Selanjtnya disebut pedoman LC
b. Pedoman
yang dibuat masinng-masing perpustakaan (selanjutnya disebut pedoman yang tidak
disebutkan)
c. Pedoman
dari internasional for standardization (untuk selanjutnya disebut pedoman ISO)
d. Preussiche
Intruktionen (untuk selanjutnya disebut PI)
Selain dari pedoman tersebut, pedoman yang
telah ada antara lain:
a.
Pedoman transliterasi menurut
Encyclopedia of islam,
b.
pedoman transliterasi menurut Departemen
Agama 1953
c.
Pedoman transliterasi menurut Departemen
Agama 1974
d.
Pedoman transliterasi menurut MBIM
(Majelis Bahasa Indonesia- Malaysia) yang ditetapkan dalam siding ke- 8 di Cisarua
Bogor 9-13 Agustus 1976
e.
Pedoman transliterasi menurut IAIN
Jakarta 1980 dalam lampiran surat keputusan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta Nomor 6 th 1980
f.
Pedoman transliterasi menurut LIPPM
(Lembaga Islam untuk penelitian dan pengembangan Masyarakat).
Setiap penulisan
transliterasi memilki sistem alih tulisan yang berbeda-beda. Misalnya saja
dalam transliterasi ﺍﻟﻤﺴﺟﺪﺍﻷﻗﺻﻰmasih
beragam. Ada yang menulis Al Aqsha, Al Aqsa, Al- Aqsho, Al Aqso, Al-Aqsa,
Al-Aqsha, Al-aqsha, al-Aqsha, Aqsha, Aqsho, dan seterusnya. Kebanyakan penerbit
menulis Al-Aqsha atau al-Aqsha, belum lagi apabila kata tersebut digabung
dengan kata sebelumnya ﺍﻟﻤﺴﺟﺪ tentunya
akan semakin beragam.[6] Perihal
mana yang benar, tentu perlu adanya kesepakatan pedoman transliterasi yang
dipakai. Jika sebuah perpustakaan tidak mempunyai pedoman transliterasi yang
jelas, maka akan mengakibatkan hasil dari alih tulisan menjadi asal-asalan.
Tentunya hal ini akan menyusahkan baik pustakawan maupun pemustaka sendiri saat
temu kembali informasi atau saat menelusur informasi buku-buku berbahasa arab.
Permasalahan transliterasi arab-latin dalam katalogisasi literatur berbahasa arab
1. Permasalahan terhadap sistem pedoman transliterasi
Arab-Latin
a. Adanya keterbatasan program komputer
terhadap sistem alih tulisan Arab-latin, karena sistem transliterasi
menggunakan tanda diakritik. Tanda diakritik merupakan tanda yang digunakan
atau tanda yang ditambahkan pada huruf latin/ penambahan tanda khusus pada
huruf latin. Misalnya ( ﺺ ) ditransliterasi
menjadi (sad) penulisan huruf “S” (dengan titik dibawah), (
ﻃ ) ditransliterasi
menjadi (ta) penulisan huruf “T” (dengan titik dibawah). Tanda diakritik ini
menyulitkan kataloger dan dianggap tidak praktis karena dalam keyboard atau
program komputer belum bisa untuk menulis tanda-tanda tersebut.
b. Ketidak patuhan atau
ketidak taat asasan terhadap pedoman transliterasi yang digunakan perpustakaan
mengakibatkan sistem alih tulisan yang berbeda-beda untuk satu judul literatur
berbahasa arab yang sama. Terlebih lagi apabila literatur tersebut
dikatalogisasi atau ditransletirasi oleh lebih dari satu orang atau lebih.
2. Permasalahan terhadap sistem temu
kembali informasi (OPAC) karena ketidak seragaman transliterasi
a. Sulit untuk menemukan satu judul yang
sama dengan apa yang diinginkan oleh pemustaka atau menyatukan antara sistem
dan pemustaka padahal apa yang dimaksud oleh pemustaka sebenarnya terdapat
didalam sistem. Hal ini mungkin disebabkan karena pemustaka hanya mengetik kata
dari judul bahan pustaka sesuai apa yang diinginkan karena tidak tau akan
sistem alih tulisan yang digunakan perpustakaan atau memang sistem alih tulisan
didalam sistem tidak seragam.
b. Adanya ketidak seragaman transliterasi,
pemustaka harus mengetik beberapa kata berulang-ulang yang mungkin sesuai
dengan apa yang dimaksud dalam katalog perpustakaan sehingga pencarian dirasa
kurang efektif.
[1]
Wiji
Suwarno. 2010. Dasar- dasar ilmu
perpustakaan. Jogjakarta: Ar-Ruzz. Hal.54
[2]
Rizal
Saiful Haq. 2005. Transliterasi aksara
arab dalam pengkatalogan. Jurnal al-Turas. Vol. 11. No. 3 September. Hal.
244
[3]
Departemen
Agama RI. 2003. Pedoman transliterasi
Arab-Latin: Keputusan bersama Mentri
Agama dan mentri P dan K nomor: 158 tahun 1987; nomor: 0543/ u/ 198.
Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, proyek pengkajian dan
pengembangan lektur Pendidikan Agama. Hal.
[4]
Dadan
Darusman. 2005. Permasalahan katalogisasi
deskriptif kitab kuning pada perpustakaan di Indonesia. Skripsi S1 Jurusan
ilmu Perpustakaan, Fakultas adab dan Humaniora UIN Syarif Hidaatullah Jakarta.
Hal. 74
[5]
Rizal
Saiful Haq. 2005. Transliterasi aksara
arab dalam pengkatalogan. Jurnal al-Turas. Vol. 11. No. 3 September.
Hal.245
[6]
M. Zaka Al
Farisi. 2011. Pedoman penerjemahan arab
Indonesia. Bandung: Remaja Rosda Karya. Hal 63
Hai kak salam kenal, makasih atas ilmuny
BalasHapus