Jumat, 27 April 2012

Transliterasi Arab- Latin dalam katalogisasi literatur berbahasa Arab

  Transliterasi Arab-Latin
Kaelani (2003) mengungkapkan bahwa transliterasi perlu mendapatkan perhatian tersendiri, sebab suatu bahan pustaka yang berasal dari terjemahan tidak semua bahasanya telah menjadi bahasa baku Indonesia. Untuk itu, transliterasi menjebatani antara ketidak bakuan itu, dengan acuan yang telah disepakati. Hal ini akan mempunyai konsekuensi dalam penjajaran.[1]
Misalnya :        “HADIS” bukan “HADIST”
                        “QUR’AN” bukan “QURAN” atau “ALQURAN
Tujuan transliterasi dalam pengkatalogan adalah agar teks dalam tulisan lain dapat disalin dengan menggunakan mesin tik atau alat lain yang hanya menyediakan huruf-huruf latin yang mungkin hanya dengan menambah tanda-tanda diakritik.

1.        Definisi transliterasi
KBBI (1999:1071) menyebutkan bahwa transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian Huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain.
Daily dalam encyclopedia of library and information science Mengartikan kata-kata transliterasi sebagai mengganti alfabet dengan alfabet lain atau mengganti syllabary dengan alfabet. Syllabary (silabari) yang dimaksud adalah cara penulisan yang terdapat pada bahasa jepang atau bahasa amhari, yaitu satu set lambang tertulis yang digunakan untuk mewakili bunyi berupa suku kata dari kata-kata dari suatau bahasa. Oleh sebab itu, sistem penulisan semacam  ini bisa juga disebut sistem aksara suku kata. Satu aksara mewakili bunyi suku kata. [2]
            Dalam pedoman transliterasi Departemen Agama tahun 2003 Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalih hurufan dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Transliterasi arab-latin disini adalah penyalinan huruf-huruf arab dengan huruf-huruf latin beserta perangkatnya.  [3]
Spalding mengartikan Romanization sebagai istilah umum bagi pemindahan nama atau teks tertulis menurut penulisan non-Roman ke huruf-huruf alfabet Romawi. Menurutnya, transliterasi adalah metode untuk romanisasi, yaitu mengganti huruf yang ditulis dalam alfabet non-Roman dengan alfabet romawi (huruf latin), huruf demi huruf sesuai dengan tabel yang ada, satu huruf dengan satu huruf atau lebih, atau satu huruf ditambah tanda diakritik. Metode lain dalam romanisasi menurut Spalding adalah transkripsi, yaitu mengganti sistem penulisan dari bahasa tertentu ke sistem lain sesuai dengan bunyi yang dilafalkan menurut ejaan tertentu. 
Peter salim, mengartikan kata transliterated, transliterating, transliterates dengan: menulis suatu bahasa dengan suatu bahasa lain, mengubah hurufnya. Sedang kata transliteration diartikan dengan: penulisan dengan huruf bahasa lain, perubahan huruf. Arti lain, perubahan huruf. Arti lain adalah lambing bunnyi, fonem atau kata dalam sistem penulisan atau lambing yang ditentukan menurut aturan tata bahasa. Adapun transcription diartikan dengan penyalinan lambing bunyi. [4]
2.        Pedoman transliterasi dalam pengkatalogan
Pedoman transliterasi adalah tabel yang menunjukan penggantian huruf tertentu dengan huruf lain, sehingga memungkinkan penggantian itu dilakukan secara taat asas. Maka transliterasi yang menggunakan pedoman sering juga disebut systematic transliteration (transliterasi sistematik) dan pedoman disebut bagan, tabel dan skema transliterasi.
Transliterasi arab latin memang dipelajari oleh bangsa Indonesia karena huruf arab dipergunakan untuk menuliskan kitab suci agama Islam berikut penjelasannya (Al-Qur’an dan hadis), sementara bangsa Indonesia menggunakan huruf latin untuk menuliskan bahasanya. Karena ketiadaan pedoman yang baku, yang dapt dipergunakan oleh umat Islam di Indonesia yang merupakan mayoritas bangsa Indonesia, transliterasi Arab Indonesia banyak ragamnya.
Pada tahun 1976 Wellisch melaporkan hasil surveinya mengenai transliterasi di perpustakaan seluruh dunia. Diantara laporannya disebutkan pedoman transliterasi yang cukup luas daerah pemakaiannya. Sesuai dengan urutannya, pedoman transliterasi yang banyak digunakan di perpustakaan di seluruh dunia adalah sebagai berikut:[5]
a.    Pedoman yang diterbitkan perpustakaan Nasional Amerika Serikat (library of congress). Selanjtnya disebut pedoman LC
b.    Pedoman yang dibuat masinng-masing perpustakaan (selanjutnya disebut pedoman yang tidak disebutkan)
c.    Pedoman dari internasional for standardization (untuk selanjutnya disebut pedoman ISO)
d.   Preussiche Intruktionen (untuk selanjutnya disebut PI)
Selain dari pedoman tersebut, pedoman yang telah ada antara lain:
a.         Pedoman transliterasi menurut Encyclopedia of islam,
b.        pedoman transliterasi menurut Departemen Agama 1953
c.         Pedoman transliterasi menurut Departemen Agama 1974
d.        Pedoman transliterasi menurut MBIM (Majelis Bahasa Indonesia- Malaysia) yang ditetapkan dalam siding ke- 8 di Cisarua Bogor 9-13 Agustus 1976
e.         Pedoman transliterasi menurut IAIN Jakarta 1980 dalam lampiran surat keputusan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor 6 th 1980
f.         Pedoman transliterasi menurut LIPPM (Lembaga Islam untuk penelitian dan pengembangan Masyarakat).
Setiap penulisan transliterasi memilki sistem alih tulisan yang berbeda-beda. Misalnya saja dalam transliterasi ﺍﻟﻤﺴﺟﺪﺍﻷﻗﺻﻰmasih beragam. Ada yang menulis Al Aqsha, Al Aqsa, Al- Aqsho, Al Aqso, Al-Aqsa, Al-Aqsha, Al-aqsha, al-Aqsha, Aqsha, Aqsho, dan seterusnya. Kebanyakan penerbit menulis Al-Aqsha atau al-Aqsha, belum lagi apabila kata tersebut digabung dengan kata sebelumnya ﺍﻟﻤﺴﺟﺪ tentunya akan semakin beragam.[6] Perihal mana yang benar, tentu perlu adanya kesepakatan pedoman transliterasi yang dipakai. Jika sebuah perpustakaan tidak mempunyai pedoman transliterasi yang jelas, maka akan mengakibatkan hasil dari alih tulisan menjadi asal-asalan. Tentunya hal ini akan menyusahkan baik pustakawan maupun pemustaka sendiri saat temu kembali informasi atau saat menelusur informasi buku-buku berbahasa arab.
Permasalahan transliterasi arab-latin dalam katalogisasi literatur berbahasa arab
1. Permasalahan terhadap sistem pedoman transliterasi Arab-Latin
a.  Adanya keterbatasan program komputer terhadap sistem alih tulisan Arab-latin, karena sistem transliterasi menggunakan tanda diakritik. Tanda diakritik merupakan tanda yang digunakan atau tanda yang ditambahkan pada huruf latin/ penambahan tanda khusus pada huruf latin. Misalnya ( ) ditransliterasi menjadi (sad) penulisan huruf “S” (dengan titik dibawah), ( ) ditransliterasi menjadi (ta) penulisan huruf “T” (dengan titik dibawah). Tanda diakritik ini menyulitkan kataloger dan dianggap tidak praktis karena dalam keyboard atau program komputer belum bisa untuk menulis tanda-tanda tersebut.
b.   Ketidak patuhan atau ketidak taat asasan terhadap pedoman transliterasi yang digunakan perpustakaan mengakibatkan sistem alih tulisan yang berbeda-beda untuk satu judul literatur berbahasa arab yang sama. Terlebih lagi apabila literatur tersebut dikatalogisasi atau ditransletirasi oleh lebih dari satu orang atau lebih.
2.   Permasalahan terhadap sistem temu kembali informasi (OPAC) karena ketidak seragaman transliterasi
a.   Sulit untuk menemukan satu judul yang sama dengan apa yang diinginkan oleh pemustaka atau menyatukan antara sistem dan pemustaka padahal apa yang dimaksud oleh pemustaka sebenarnya terdapat didalam sistem. Hal ini mungkin disebabkan karena pemustaka hanya mengetik kata dari judul bahan pustaka sesuai apa yang diinginkan karena tidak tau akan sistem alih tulisan yang digunakan perpustakaan atau memang sistem alih tulisan didalam sistem tidak seragam.
b.    Adanya ketidak seragaman transliterasi, pemustaka harus mengetik beberapa kata berulang-ulang yang mungkin sesuai dengan apa yang dimaksud dalam katalog perpustakaan sehingga pencarian dirasa kurang efektif. 


[1] Wiji Suwarno. 2010. Dasar- dasar ilmu perpustakaan. Jogjakarta: Ar-Ruzz. Hal.54
[2] Rizal Saiful Haq. 2005. Transliterasi aksara arab dalam pengkatalogan. Jurnal al-Turas. Vol. 11. No. 3 September. Hal. 244
[3] Departemen Agama RI. 2003. Pedoman transliterasi Arab-Latin: Keputusan bersama Mentri Agama dan mentri P dan K nomor: 158 tahun 1987; nomor: 0543/ u/ 198. Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, proyek pengkajian dan pengembangan lektur Pendidikan Agama. Hal.

[4] Dadan Darusman. 2005. Permasalahan katalogisasi deskriptif kitab kuning pada perpustakaan di Indonesia. Skripsi S1 Jurusan ilmu Perpustakaan, Fakultas adab dan Humaniora UIN Syarif Hidaatullah Jakarta. Hal. 74
[5] Rizal Saiful Haq. 2005. Transliterasi aksara arab dalam pengkatalogan. Jurnal al-Turas. Vol. 11. No. 3 September. Hal.245
[6] M. Zaka Al Farisi. 2011. Pedoman penerjemahan arab Indonesia. Bandung: Remaja Rosda Karya. Hal 63

1 komentar: