Katalogisasi literatur berbahasa Arab
A.
Katalogisasi
Makin besarnya koleksi
yang dimiliki semakin perlu pula pemberian ciri (characterization) kepada semua
dokumen melalui proses analisis yang disebut dengan katalogisasi. Dalam proses
ini, setiap dokumen dibuatkan wakilnya yang disebut entri katalog. Setiap entri
memuat deskripsi bibliografi yang mencantumkan ciri-ciri dokumen, seperti:
pengarang, judul dan subjek, ciri fisik dan lainnya.
Katalogisasi merupakan
proses kegiatan pembuatan katalog. Secara umum, katalogisasi dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu, katalogisasi deskriptif dan katalogisasi subjek. Dalam
katalogisasi deskriptif yang menjadi sasaran adalah pengolahan entri utama dari
sebuah buku dan hasilnya dicantumkan dalam katalog. Yang dimaksud entri utama
adalah uraian katalog yang dibuat pertama kali, terdiri atas tajuk dan
unsur-unsur katalog lainnya. Tajuk biasanya berupa nama pengarang. Dalam
katalogisasi subjek, yang menjadi sasaran adalah penentuan entri subjek sebuah
buku baik berupa subjek verbal maupun notasi klasifikasi dan hasilnya dicantumkan
dalam katalog. Jadi, kedua jenis kegiatan ini menghasilkan sebuah katalog.
Katalog perpustakaan,
pada dasarnya mempunyai dua fungsi. Pertama, berfungsi sebagai daftar
inventaris bahan pustaka dari suatu atau kelompok perpustakaan. Kedua berfungsi
sebagai sarana temu balik bahan perpustakaan. Sebagai daftar inventaris,
katalog perpustakaan berarti merupakan daftar kekayaan yang dimiliki
perpustakaan, terutama menyangkut bahan-bahan pustaka yang tersedia. Sedangkan
sebagai sarana temu balik bahan pustaka, katalog perpustakaan berarti alat atau
media untuk mencari dan menemukan bahan pustaka yang dibutuhkan oleh pengunjung
perpustakaan secara cepat. Fungsi yang kedua tersebut merupakan fungsi utama
dari katalog perpustakaan.
B.
Penentuan
bentuk tajuk kepengarangan
Yang dimaksud tajuk
atau heading adalah kata-kata pertama yang terdapat dalam entri katalog sebagai
dasar penyusunan katalog. Menentukan bentuk tajuk adalah mencatat nama
pengarang dalam tajuk. Pekerjaan ini meliputi penentuan kata utama nama
pengarang dan bagian-bagian nama lainnya yang perlu dicatat dalam tajuk. Pada
dasarnya menentukan kata utama nama pengarang ini berkaitan erat dengan sistem
nama dan kebudayaan suku bangsa yang bersangkutan. Dengan demikian akan
menyangkut nama-nama dalam kepengarangan yang sangat beraneka ragam bentuknya.
Dari konferensi Paris th. 1961 tantang prinsip-prinsip katalogisasi deskriptif,
berhasil disusun berbagai ketentuan yang menyangkut penentuan tajuk dan bentuk
tajuk. Peraturan ini kemudian lebih dikenal dengan “the Anglo American
Cataloging Rules (AACR)”
1.
Kegunaaan
nama pengarang dalam katalog
Untuk
penelusuran informasi literer, nama pengarang digunakan untuk:
a.
Menyususn bentuk tajuk yang sama dari
karya-karya seorang pengarang
b.
Mengetahui karya apa saja dari seorang
pengarang terdapat di perpustakaan
c.
Membuat tajuk entri utama maupun entri
tambahan nama pengarang
2.
Berbagai
jenis kepengarangan untuk menentukan tajuk
Untuk menentukan tajuk nama orang, bahan
pustaka yang ditinjau menurut kepengarangannya (authorship). Analisis ini
menghasilkan bermacam-macam karya pengarang sebagai berikut: Karya pengarang
tunggal (single authorship), yaitu buku yang ditulis seorang pengarang tanpa
bantuan pengarang lain.
a.
Karya pengarang ganda (multiple/ shared
authorship) yaitu buku yang ditulis lebih dari satu orang pengarang, baik
secara terintegrasi maupun terpisah sebagai suatu karya kumpulan
b.
Karya editor yaitu buku yang ditulis
oleh satu atau beberapa orang pengarang dan disunting oleh editor yang
bertanggungjawab menerbitkannya.
c.
Karya anonym, yaitu suatu karya yang
tidak jelas atau tidak diketahui nama penulisnya
d.
Karya kumpulan yaitu, karya yang berasal
dari beberapa penulis dan diterbitkan oleh
si pengumpul (compiler) tanpa melalui proses penyuntingan.
e.
Karya campuran, yaitu suatu karya yang
berasal dari rekayasa berbagai pihak, misalnya pengarang, penerjemah,
ilustrator, dan editor.
C.
Penentuan
nama pengarang dan kata utama literatur berbahasa arab
Pemberian nama pada setiap anak yang
dilahirkan akan disesuaikan dengan bahasa dan kebudayaan dimana dia lahir.
Setiap bangsa akan memiliki pola yang berbeda dalam memberikan nama. Begitu
pula yang terjadi pada nama-nama Arab. Mayoritas penduduk bangsa Arab memeluk
agama Islam. Pengaruh Islam sangat kuat dalam kehidupan bangsa Arab. Agama
Islam yang dibawa nabi Muhamad Saw. Th. 610M membawa perubahan besar bagi
bangsa arab. Pola nama
Arab, sebagai bagian dari kebudayaan Arab, mengalami perkembangan dan perubahan
sehubungan dengan interaksi budaya Arab dengan kebudayaan luar dan juga
perkembangan internal masyarakat tersebut. Nama-nama periode sebelum Islam,
mengalami perubahan sejak kerasulan Muhammad SAW. Kemudian ketika wilayah Islam
semakin meluas dan terjadi dialog dan interaksi dengan budaya Yunani, Persia,
dan Afrika, nama-nama Arab juga mengalami perubahan. Kemudian, pada saat
imperialisme Barat terhadap Timur Tengah, nama-nama Arab kembali mengalami
perubahan bentuk dan pola.
D.
Unsur-unsur
nama Arab
Nama-nama orang Arab termasuk dalam kategori nama yang cukup
rumit dan banyak variasinya sekali. Seseorang bisa memiliki lebih dari tiga
nama sekaligus yang terdiri dari nama diri, kunyah ( nama yang
menunjukan hubungan keluarga), atau Nisbah (nama yang menunjukkan asal dari
pemilik nama itu).
Memperbincangkan karakteristik nama-nama Arab adalah
kesulitan tersendiri, karena di dalamnya termuat berbagai unsur, pola, dialek
dan pengucapan (pronounciation), dan juga masalah transiletarasi (romanization).
Di lihat dari unsurnya, nama-nama Arab sebagaimana dikemukakan Kailani (1985),
terdiri dari ism (nama diri), kunyah (nama tambahan yang
menunjukkan nama keluarga), dan laqab (julukan). Sedangkan
pola nama Arab dapat merupakan variasi dari gabungan ketiga unsur tersebut atau
juga dapat merupakan salah satu unsur saja. Berikut unsur-unsur nama arab
menurut Kailani:
1.
Ism
(Nama lahir/given name)
Pada masa pra Islam, Littmann sebagaimana dikutip oleh
Sheniti (1961) mengemukakan bahwa banyak nama-nama Arab yang diasosiasikan
dengan nama Tuhan yang menjadi kepercayaan mereka. Setelah masa Islam,
nama-nama kebanyakan berubah menggunakan nama Muhammad (atau Ahmad), nabinya
umat Islam, dan nama-nama nabi sebelumnya. Juga banyak digunakan nama-nama yang
didahului dengan kata Abd dan nama-nama Allah yang termasuk asma’ al husna.
Qalqasyandi, dalam Kailani(1985) menyatakan bahwa pada masa pra Islam, bangsa
Arab tidak mempunyai pedoman tertentu dalam menetapkan ism. Kebanyakan ism
berasal dari khayalan mereka yang bersifat sangat pribadi, dan oleh karena itu
sangat beraneka ragam bentuknya. Tata cara ini kemudian mengalami perubahan
setelah Islam datang.
Contoh
Ism :
Muhammad,
Ahmad,
Salman,
Mahmud
2.
Kunyah
(patroninymic)
Menurut Luois Ma’luf (1986) dalam Munjid kunyah adalah bagian
dari alam yang diawali dengan kata Abu/Abi (ayah), ummu/ummi (ibu), ibn (anak
laki-laki), bint (anak perempuan) akhu (saudara laki-laki) dan ukhti/ukhtu
(saudara perempuan). Sheniti (1961) menyebut dua yang pertama sebagai kunyah
dan ibn dan bint sebagai nasab. Nasab berarti nama yang menunjukkan keturunan.
Contoh dari kunyah :
Ummu
Qalsum
Hasan
Ibn Sabit
Fatimah
Binti Muhammad
Ahmad
Ibn Hanbal
3.
Laqab
Laqab adalah nama nama panggilan yang bukan nama diri dan
mengandung arti celaan atau pujian untuk yang memiliki nama (Ma’luf, 1986).
Muhammad Ismail Ibrahim sebagaimana dikutip oleh Kailani Eryono (1985)
mengemukakan bahwa laqab merupakan nama tambahan yang dimaksudkan untuk
memperkenalkan diri, sebagai gelar kehormatan, sebagai julukan yang mengandung
celaan, tetapi yang terakhir tidak disukai dan dilarang pemakaiannya pada masa
sesudah Islam. Adapun Jenis
Laqab menurut Mahmud Sheniti (1961) :
a.
Laqab
resmi yang menunjukkan pekerjaan (official laqabs)
Laqab ini berhubungan dengan pekerjaan atau profesi dan jabatan
dari seseorang. Laqab jenis ini terutama berkembang pesat pada masa Dinasti
Umayyah dan Abbasiyah. Pada masa Dinasti Abbasiyah, pemerintah secara resmi
mempergunakan nama-nama laqab untuk pekerjaan di lingkungan kerajaan seperti
al-Qadi (hakim), al-Katib (sekretaris), al-Khayyat (tukang jahit), an-Najjar
(tukang kayu). Laqab juga banyak diambil dari bahasa Persia dan Yunani seiring
dengan pesatnya pengaruh kebudayaan dan pemikiran Yunani pada masa tersebut.
b.
Na’at
(julukan yang menunjukkan status sosial)
Na’t adalah laqab kehormatan yang berkaitan dengan status
sosial seseorang. Status sosial ini dapat menyangkut tingkat kekerabatan dengan
Nabi Muhammad seperti Sayyid, Habib, atau berhukungan dengan kepakaran dan
kesalihan seperti Imam, al-Syaikh. Nama-nama yang menunjukkan kehormatan ini
tidak diberikan kepada sembarangan orang, tetapi orang-orang tertentu yang
dianggap luar biasa.
c.
Khitab
(julukan yang menunjukkan penghargaan)
Khitab merupakan gelar kehormatan yang bentuknya merupakan
persenyawaan dua kata yang biasanya bagian kedua berupa kata al-din, seperti
Fakhr al-Din, Imad al-Din dan sejenisnya. Terdapat usaha untuk
mengklasifikasikan jenis laqab ini menurut golongan pekerjaan, misalnya Rukn
a-Din untuk golongan tentara, Siraj al-Din untuk hakim, dan sebagainya, tetapi
karena luasnya model nama seperti ini dan bebasnya dalam penentuan khitab ini
menyebabkanb usaha pengklasifikasian tersebut sukar untuk menemukan pola yang
taat azas. Terlebih lagi, pada masa sekarang ini nama-nama terebut telah banyak
dipakai sebagai ism atau nama diri.
d.
Laqab
Nisbah (Atributtive laqab)
Laqab jenis ini berhuhubungan dengan asal usul geografis,
suku dan leluhur dari yang diberi laqab. Biasanya tersusun dari kata sala
dengan akhiran dua huruf ya dengan atau tanpa artikel al. Bila ditransliterasi
ke huruf latin, maka bentuknya berupa kata sal dengan akhiran huruf i. Contoh
Baghdad menjadi Baghdadi, Samarkand menjadi Samarkandi, Banjar menjadi Banjari.
E.
Pola umum nama Arab
Dalam pola umum nama Arab mempunyai
dua kelompok yaitu nama Arab klasik (kuno), dan nama Arab modern.
1.
Nama Arab klasik
Pola nama
arab menurut Tibbets sebagaiman dikutip oleh Zulfikar zen yaitu “Nama arab
klasik terdiri dari beberapa unsur tertentu yang pada umumnya tetap urutannya.
Nama pertama biasanya adalah khitab (nama gelar kehormatan).. unsur kedua
adalah kunyah (nama yang menunjukan hubungan kekeluargaan)…kemudian ism (nama
diri)..., diikuti nama ayah dan kakek, masing-masing didahului ibn (anak
diri)…setelah unsur ini terdapat nisbah.. laqab atau julukan dapat dibentuk
seperti unsure-unsur terdahulu dan bisa terdapat di bagian mana saja dari nama
itu.”
Contoh
pola nama arab seperti yang ditemukan Tibbet tersebut:
Fakhr ad-Din abu ‘Abbas Muhammad ibn ‘Abdullah al-Misri al-Katib
Khitab kunnyah ism nasab nisba laqab
2.
Nama
arab Modern
Setelah abad ke 17 M. Negara-negara Arab mulai
berhubungan dengan kebudayaan asing terutama Inggris dan Perancis serta
Negara-negara asing lainnya. Kontak dengan kebudayaan asing ini menyebabkan
terjadinya pertukaran budaya. Disisi lain sangat besar pengaruhnya terhadap
pola nama Arab. Mahmud Sheniti sebagaimana dikutip oleh Zulfikar Zen,
mengungkapkan bahwa “Pola nama di Negara-negara yang berbahasa Arab berbeda.
Sering kali pola nama Arab tradisional ditinggalkan dan nama-nama itu hanya
terdiri dari nama diri diikuti satu atau dua unsur lain, yang pertama biasanya
nama ayah dan yang kedua mungkin nama kakek, atau mungkin juga nisba.”
Contoh
nama Arab modern:
Taha Husyain
Ism ism
Ahmad Zaki Yamani
ism
ism nisba
3.
Pola-pola
nama arab menurut Kailani dapat dikelompokan menjadi empat yaitu:
a.
Nama
yang menggunakan nasab, tanpa laqab dan nisbah
Pola nama ini berasal dari zaman tradisi lisan, yang memaksa
orang menghafal nama seseorang beserta nama pada tingkat kekerabatan yang lebih
tinggi. Bentuk nama ini terutama terdapat pada golongan nama Arab kuno. Namun
demikian, di beberapa tempat masih digunakan pola ini.
1)
Ism + nasab
Contoh:
Muhammad ibn ‘Abd al-Wahab
Ism
nasab
2)
Kunyah + ism + nasab
Contoh:
Abu Yusuf Ya’qub ibn Ibrahim
Kunyah
ism nasab
Abu
Muhammad Abdullah ibn Ahmad
b.
Nama
yang menggunakan nisbah, tanpa laqab
Nisbah telah digunakan pada golongan Arab kuno juga masih
digunakan pada golongan nama Arab modern.
1)
Ism + nisbah
Contoh:
Amin al-Khawli
Ism
nisbah
Muhammad
Bayumi
Ism
nisbah
Kadang-kadang
dalam sebuah nama terdapat beberapa ism (yaitu nama diri orang tua), dan
kadang-kadang terdapat beberapa nisbah.
Contoh:
Ali
Ahmad Al-Jurjawi
Ism ism nisbah
Abd al-Hadi Naja al-Abyari al-Misri
Ism ism nisbah nisbah
2)
Kunyah + ism + nisbah
Contoh:
Abu
Mansur Abd al-Qadir al-Baghdadi
Kunyah
ism nisbah
Abu
Abdullah Muhammad al-Razi
Kunyah
ism nisbah
3)
Ism + nasab + nisbah
Contoh:
Muhammad ibn Idris al-Syafi’i
Ism
nasab nisbah
Muhammad
ibn Ismail al-Bukhori
Ism
nasab nisbah
4)
Kunyah + ism + nasab + nisbah
Contoh:
Abu Hayyan Ali ibn Muhammad al-Tawhidi
Kunyah
ism nasab nisbah
Abu
Hamid Muhammad ibn Muhammad al-Ghazali
Kunyah
ism nasab nisbah
c.
Nama
yang menggunakan laqab
Seperti
halnya nisbah, laqab telah digunakan pada golongan nama Arab kuno, dan tetap
digunakan pada golongan nama Arab modern. Pola yang termasuk dalam kelompok ini
adalah:
1)
Ism
+ laqab
Contoh:
Sa’id
al-Najjar
Ism
laqab
2)
Ism
+ nasab + laqab
Contoh:
‘Amr ibn Bahr al-Jahiz
Ism
nasab laqab
3)
Ism
+ nasab + laqab + nisbah
Contoh:
Muhammad ibn Muhammad al-Khatib al-Ishfahani
Ism
nasab laqab nisbah
Unsur laqab seringkali ditunjukkan
dengan kata al-ma’ruf bi, al-masyhur bi, al-Syahir, dan yu’raf bi, yang artinya
lebih dikenal dengan. Dalam hal ini laqab merupakan unsur terakhir
4)
Kunyah
+ ism + nasab + nisbah + laqab
Contoh:
Abu
Bakr Ahmad ibn ‘Ali al-Razi al-ma’ruf bi al-Jassas
Kunyah
ism nasab nisbah laqab
d.
Nama
yang tanpa menggunakan nasab, nisbah, dan laqab
Bentuk nama ini hanya terdiri dari ism atau beberapa ism.
Ism yang disebut pertama adalah nama dirinya, dan ism yang disebutkan
selanjutnya menunjukkan nama pada tingkat kekerbatan yang lebih tinggi.
Bentuk nama ini terutama terdapat pada golongan nama Arab
modern, dan serupa dengan bentuk nama Barat sekalipun tidak menggunakan nama
keluarga.
Pola
nama yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
1)
Ism
atau beberapa ism
Contoh:
Sabiq
Qutub
Thaha Husyn
2)
Kunyah
+ ism
Bentuk
ini sudah jarang digunakan, tetapi bentuk kunyah sering digunakan sebagai nama
diri.
Contoh:
Abu
Tamim Haydarah
Kunyah
ism
Bentuk-bentuk
nama pada setiap kelompok dari keempat kelompok tersebut di atas, seringkali
didahului dengan gelar kehormatan yang berupa na’at dan khitab.
Contoh:
Sayyid Sabiq
Na’t
ism
F.
Model-model Penentuan tajuk utama
nama Arab
Nama pengarang merupakan salah satu data
bibliografis yang diposisikan sebagai tajuk entri bibliografis untuk keperluan
penelusuran bahan pustaka melalui pengarang (penanggung jawab) bahan pustaka.
Dalam posisi sebagai tajuk, penulisan atau susunan nama pengarang sering
berbeda dengan penulisan atau susunannnya pada bahan pustaka.
1.
Menurut
ALA
Dalam peraturan ALA
membedakan nama arab sebelum dan sesudah tahun 1900 M. Kata utama nama Arab,
ditetapkan dalam Ism (nama diri), sesuai dengan pasal 64 American library
Association, cataloging rules for Author and title entries 1949, Chicago hal
113-4 yaitu “bagi penulis Arab, Parsi dan Turki sampai kira-kira tahun 1900,
yang hidup di Negara-negara Islam yang menulis sebagian besar dalam bahasa asli
mereka, kata utama ditentukan pada nama kecil (nama diri) digabung dengan nama
keturunan (yang terakhir didahului dengan kata “ibn”, yaitu “anak dari” dalam
hal tertentu “akhu” yaitu “saudara kandung dari” semua itu ditambah dengan nama
keluarga dan nama julukan yang biasanya berasal dari tempat kelahiran atau
tempat tinggal seseorang (nisbah), pekerjaan, kelainan fisik, (jasmani), dsb.
Acuan
dibuat dari nama yang tidak dijadikan kata utama.
Contoh
: Muhammad Ibn Yusuf, Abu Umar al-Kindi
Acuannya
:
x
Abu ‘Umar Muhammad Ibn Yusuf al-Kindi
x
Al-Kindi, Abu ‘Umar Muhammd ibn Yusuf
Pengecualian apabila ditemukan pengarang terkemuka yang
namanya lebih dikenal bukan pada ism, kata utamanya ditetapkan pada nama yang
dikenal tersebut. Hal ini Sebagaimana
yang disebutkan dalam pasal 64 B American library
Association, cataloging rules for Author and title entries 1949 hal 113-4.
Contoh : Abu al-‘Ala
Acuannya :
x Ahmad ibn Abdullah, Abu al-‘Ala
al-Ma’arri
x al-Ma’arri, abu al-‘Ala, Ahmad ibn
Abdullah
Nama
setelah tahun 1900 M, kata utama ditetapkan pada bagian akhir nama tersebut.
Contoh
:
Nasr,
Yusuf
x
Yusuf Nasr
2.
Menurut Sheniti
Mahmud Sheniti dalam kertas kerjanya pada konferensi
internasional tentang prinsip-prinsip katalogisasi di Paris pada tahun 1961.
Mengemukakan bahwa untuk nama pengarang arab kuno kata utamanya harus pada
bagian nama yang paling dikenal. Sebagaimana yang disebutkan Zulfikar zen bahwa
“Bagi pengarang Arab kuno kata utama ditentukan pada bagian nama yang paling
dikenal, yang disebut Shuhra. Sering kali nama ini adalah suatu nisba. Hal ini
dapat diketahui dari buku referens Arab dan dari buku standaar sejarah
kasusastreraan Arab.”
Contoh:
Abu
al-Hasan ‘Ali ibn Isa ibn ‘Ali al-Rammani al-Mu’tazili
Kata
utama: al-Rammani al-Mu’tazili, Abu al-Hasan ‘Ali ibn Isa ibn ‘Ali
Untuk
nama-nama Arab modern, kata utama ditentukan pada bagian akhir nama itu.
Contoh:
Nama:
‘Abbas Mahmud al-‘Aqqad
Kata
utama: al-‘Aqqad, ‘Abbas Mahmud
Pengecualian
apabila pengarang tersebut lebih dikenal pada bentuk nama yang lain. Maka
Shuhra atau nama paling dikenal ituharus dijadikan kata utama.
3.
Menurut LA
Kata utama nama Arab ditetapkan pada nama diri (ism)
sedangkan acuan dibuatkan dari bagian nama yang tidak dijadikan kata utama.
Sebagaimana yang ditulis oleh Zulfikar Zen, dikutip dari library association
cataloging rules: author and title entries. 1976. Hal. 15 disebutkan bahwa “
Bagi penulis arab dan penulis lainnnya yang hidup di Negara-negara islam dan
menjalankan ajaran islam kata utama ditentukan pada nama diri, diikuti
nama-nama yang menunjukan hubungan kekeluargaan, (digabungkan dengan kata abu,
ibn dan lain sebagainya). Dan denan berbagai nama khusus, atau dalam hal-hal
tertentu dihubungkan dengan kehidupan dan wataknya…Acuan dibuatklan dari unsure-unsur
nama itu.
Contoh:
Nama:
Abu Bakar Muhammad ibn zakarya al Razi
Kata
utama: Muhammad ibn zakarya, Abu Bakar al Razi
Acuan:
x Abu Bakar
x al Razi
4.
Menurut AACR
Aturan tentang penentuan tajuk nama pada AACR2 edisi revisi
2002 diatur pada Bagian II pasal 22.22 di bawah tajuk Nama dalam alfabet Arab.
Cakupan dari aturan AACR ini adalah untuk nama-nama yang asli ditulis dalam
alfabet Arab yang tidak mengandung nama keluarga (surname) atau nama yang
berfungsi sebagai nama keluarga. Bila terdapat keraguan, maka anggaplah nama
yang aktif pada abad ke-20 mempunyai nama keluarga, sedangkan generasi
sebelumnya tidak memiliki nama keluarga.
Secara umum, AACR mengatur bahwa entry point untuk nama-nama
yang aktif sebelum abad ke-20 di bawah elemen atau kombinasi elemen nama di
mana orang tersebut lebih dikenal. Untuk mengetahui seseorang pengarang lebih
dikenal dengan nama apa, disarankan digunakan sumber referensi. Bila tidak ada
petunjuk yang memadai, maka tajuk diletakkan pada elemen pertama.
Bila nama pengarang terdiri dari beberapa unsur nama, maka
letakkan nama di bawah unsur yang paling dikenal. Letakkan unsur yang lain
dengan urutan sebagai berikut: khitab, kunyah, ism, patronymic, nama-nama lain.
Beri tanda koma setelah tajuk entri.
Contoh
:
a.
Khitab
Sadr
al-Din al-Qunawi, Muhammad ibn Ishaq
x
Muhammad ibn Ishaq al-Qunawi, Sadr al-Din
x
al-Qunawi, Sadr al-Din Muhammad ibn Ishaq
b.
Kunyah
Abu
al-Barakat Hibat Allah ibn ‘Ali
x
Hibat Allah ibn ‘Ali, Abu al-Barakat
c.
Ism (nama diri)
Taha
Husayn
x
Husayn, Taha
d.
Patronymic
Ibn
Hisyam, ‘Abd al-Malik
x
‘Abd al-Malik ibn Hisyam
e.
Nama Lain
Laqab
al-Jahiz,
‘Amr ibn Bahr
x
‘Amr ibn Bahr al-Jahiz
Nisbah
al-Bukhari,
Muhammad ibn Isma’il
x
Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari
Takhallus
Qa’ani,
Habib Allah Shirazi
x
Habib Allah Shirazi Qa’ani
5.
Menurut Kaelani
Berdasarkan kajian terhadap unsur, pola dan penentuan kata
utama arab yang pernah ada baik sebelum AACR maupun AACR sendiri, serta
didasarkan pada kemyataan yang dialami oleh beberapa perpustakaan di Indonesia,
maka Kailani Eryono ber[endapat sebagai berikut:
“Mengingat
bahwa AACR adalah suatu peraturan katalogisasi yang bersifat internasional,
maka pedoman mengenai cara penentuan kata utama nama Arab untuk perpustakaan di
Indonesia dapat disusun berdasarkan AACR pada pasal 54 tersebut dengan suatu
modifikasi. Modifikasi ini, diperlukan menngungat bahwa hanya dengan
menggunakan prinsip penentuan pada bagian nama yang lebih terkenal semata-mata,
sulit untuk dilaksanakan, karena sulitnya mengenali bagian nama yang lebih dikenal
dan masih lengkapnnya sumber-sumber referens mengenai nama-nama Arab di
Indonesia.”
Cara
penelusuran kata utama nama Arab yang diususlkan Kaelani adalah sebagai
berikut:
a.
Pada
prinsipnya penentuan kata utama nama Arab adalah pada bagian nama yang lebih
dikenal, sesuai dengan prinsip AACR. Bila tidak diketahui bagian mana yang
lebih dikenal tesebut.
b.
Nama
yang menggunakan laqab. Kata utama ditetapkan pada laqab tersebut. laqab itu
dapat berupa nama keluarga, gelar
profesi, nama samara, dan lain sebagainya.
Contoh:
Nama
Sulayman ibn Umar al-‘Ajili, al-Syafi’i al- Syahir bi al-Jamal
Kata
utama: al-Jamal, Sulayman ibn Umar al-‘Ajili, al-Syafi’i al- Syahir
c.
Nama
yang menggunakan nisbah tanpa laqab. Kata utama ditetapkan pada nisbah
tersebut. kecuali jika diketahui bagian lain yang lebih dikenal.
Contoh:
Nama:
Amin al-Akhawli
Kata
utama: al-Akhawli, Amin
Kecuali
: Muhammad ibn Ahmad ibn Rusyd al Qurtubi
Kata
utama : Ibn Rusyd al Qurtubi, Muhammad
ibn Ahmad
d.
Nama
yang menggunakan nasab, tanpa nisbah dan laqab. Kata utama ditetapkan pada ism
(nama diri) kecualai bila diketahui bagian lain yang lebih dikenal
Contoh:
Malik
ibn Anas
Kata
utama: Malik, ibn Anas
Kecuali:
‘Ali ibn Ahmad ibn Hazm
Kata
utama pada ibn Hazm, ‘Ali ibn Ahmad
e.
Nama
yang tidak menggunakan nasab, nisbah, maupun laqab, kata utam ditetapkan pada
bagian nama kata utama ditetapkan pada bagian nama yang terakhir. Acuan dibuat
dari bagian nama yang tidak dijadikan kata utama apabila perlu.
Contoh:
Muhammad
‘Abduh
Kata
utama: ‘Abduh, Muhammad
Taha
Husayn
Kata
utama pada: Husayn, Taha
x
Taha Husayn
Dalam
penentuan kata utama nama Arab, khitab dan na’at tidak digunakan sebagai kata
utama, tetapi apabila perlu dapat dibuat acuan.
Contoh:
Sayyid
Sabiq
Kata
utama: Sabiq, Sayyid
x
Sayyid Sabiq
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Faliti Yunus. “Pengolahan bahan pustaka
berbahasa arab pada perpustakaan Masjid Istiqlal Jakarta.” Skripsi S1
Jurusan ilmu Perpustakaan, Fakultas adab dan humaniora UIN Syarif Hidaatullah
Jakarta, 2009.
Dadan
Darusman. “Permasalahan katalogisasi
deskriptif kitab kuning pada perpustakaan di Indonesia.” Skripsi S1 Jurusan
ilmu Perpustakaan, Fakultas adab dan humaniora UIN Syarif Hidaatullah Jakarta,
2005.
Departemen
Agama RI. “Pedoman transliterasi
Arab-Latin: Keputusan bersama Mentri Agama
dan mentri P dan K nomor: 158 tahun 1987; nomor: 0543/ u / 198.” Jakarta:
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, proyek pengkajian dan pengembangan
lektur Pendidikan Agama, 2003.
J.N.B.
Tairas dan Soekarman. Peraturan
katalogisasi Indonesia: deskripsi bibliografi (ISBD), penentuan tajuk entri,
judul seragam. Jakarta: Pusat pembinaan perpustakaan Departemen pendidikan
dan kebudayaan, 1986.
L. K. Somadikarta. Titik akses dalam organisasi di
perpustakaan. Jurusan ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia, terbitan
No.2, 1998.
M.
Zaka Al Farisi. Pedoman penerjemahan arab
Indonesia. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2011.
M. Zuhdi. Buku Pedoman perpustakaan UIN Syarif
Hidaatullah Jakarta. Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif Hidaatullah Jakarta,
2009.
Muh. Kailani Eryono. Daftar tajuk subjek Islam dan sistem
klasifikasi Islam: adaptasi dan perluasan DDC seksi Islam. Jakarta:
Puslitbang Lektur Agama Badan Litbang Agama Departemen Agama, 1999.
Muh.
Kailani Eryono. Pengolahan bahan pustaka.
Jakarta: Universitas Terbuka, 1999.
Perpustakaan Nasional
RI. Klasifikasi Islam: adaptasi dan
perluasan notasi 297 Dewey Decimal Clasification (DDC). Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI, 2005.
Rahayuningsih.
Pengelolaan perpustakaan. Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2007.
Rizal Saiful Haq. “Transliterasi aksara arab dalam
pengkatalogan.” Jurnal al-Turas. Vol. 11. No. 3 September. Hal. 242-257,
2005.
Soetimah.
Perpustakaan kepustakawanan dan
pustakawan. Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Sulistyo
Basuki. Pengantar ilmu perpustakaan. Jakarta:
Gramedia Pustaka utama, 1993.
Sutarno
N. S. Kamus perpustakaan dan informasi. Jakarta:
Jala, 2008.
Wiji
Suwarno. Dasar- dasar ilmu perpustakaan.
Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2010.
Yaya Suhendar. Pedoman katalogisasi: cara mudah membuat
katalog perpustakaan. Jakarta: Kencana.
2007.
Yunus Winoto. Dasar- dasar kaltaog dan Klasifikasi.
Diktat kuliah program studi ilmu Perpustakaan Fakultas ilmu Komunikasi
Universitas Padjadjaran, 1998.