Senin, 01 Oktober 2012


 Model Literasi Informasi
oleh Fitiatus Saomi R

      Untuk menjadi seseorang melek informasi, maka beberapa pihak telah mengembangkan berbagai model literasi informasi dalam menjelaskan langkah langkah untuk menghasilkan produk informasi atau memenuhi kebutuhan informasi mereka. Di tahun 1990-an, model literasi mulai bermunculan seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi yang menuntut model yang bisa mendapatkan informasi secara efektif dan efisien.
Teori dan model yang ditetapkan dalam lingkup ketrampilan informasi, pencarian informasi / proses mencari dan teori-teori perilaku mencari informasi yang lebih dulu dikembangkan pada teori-teori belajar Misalnya: teori pembelajaran taksonomi blooms yang dikenalkan atau dipublikasikan pada tahun 1956 (Boom 2003), pembelajaran ini masih digunakan sebagai dasar untuk menganalisis tinngkat pembelajaran. Kemudian banyak konsep dan model yang dibawa oleh ilmuan dan pendidik informasi yang berkaitan dengan proses pencarian informasi dan perilaku pencarian informasi (kuhltau,19911998 kuhlthau-home page, 2004) Tingkat pencarian informasi model big6 yang dikembangkan oleh Eizenberg dan Berkovits (Eizenberg dan Berkovits 1990 & Big6tm-home page 2004) menggunkan Khultau sebagai dasar, model literasi informasi relasional Bruce’s (Bruce, 1997 & Bruce-home page 2004), teori ketrampilan literasi informasi 7pillar yang dikembangkan oleh SCONUL (Society for Collage and University Libraries) di UK berdasarkan model Bruce’s (SCONUL,1999), model EXIT Ontario School of library Association, berurusan dengan tingkat perguruan tinggi tingkat literasi siswa (OSLA, 1999), model literasi informasi Ralph dengan kontribusinya terhadap jenis lain dari literasi (Ralph, 1999), 6 tahap informasi pemecahan masalah penny Moores (moore 2002) dll yang terkemuka diantar bannyak teori model dan standar yang diterbitkan. [1]
Dalam setiap model literasi informasi tersebut disusun langkah-langkah atau prosedur untuk melaksanakannya. Langkah-langkah tersebut disusun sebagai suatu model yang disebut model literasi informasi. Berikut beberapa contoh model literasi informasi dan langkah-langkah untuk menjadi orang yang melek informasi.
1.        Empowering 8
Model literasi empowering 8 menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang berupa resource-based learning yaitu suatu kemampuan untuk belajar berdasarkan sumber datanya. Model literasi ini dikembangkan dihasilkan dari dua workshop yaitu di Kolombo tahun 2004 dan di Patiala- India tahun 2005. 

Model empowering 8 digambarkan sebagai suatu model yang dapat digunakan untuk memecahkan setiap masalah informasi secara efektif untuk menggunakan delapan langkah dengan beberapa sub langkah dibawah masing-masing komponen.
Menurut model ini, literasi informasi terdiri dari kemampuan untuk:
1.        Mengindentifikasi topik/subyek, sasaran audiens, format yang relevan, jenis-jenis Sumber
2.        Mengeksplorasi sumber dan informasi yang sesuai dengan topic
3.        Menyeleksi dan merekam informasi yang relevan dan mengumpulkan kutipan-kutipan yang sesuai
4.        Mengorganisasi, mengevaluasi, dan menyusun informasi menurut susunan yang logis, membedakan antara fakta dan pendapat dan menggunakan alat bantu visual untuk membandingkan dan mengkontraskan informasi
5.        Menciptakan informasi dengan menggunakan kata-kata sendiri, mengedit dan membuat daftar pustaka ataupun menghasilkan karya baru
6.        Mempresentasi, menyebarkan atau menyampaikan informasi yang dihasilkan
7.        Menilai output, berdasarkan masukan dari orang lain
8.        Menerapkan masukan, penilaian, pengalaman yang diperoleh untuk kegiatan yang akan datang; dan menggunakan pengetahuan baru yang diperoleh untuk berbagai situasi.
2.        Big6
Metode ketrampilan literasi informasi Big6  dikembangkan di Amerika Serikat oleh dua pustakawan, Mike Eisenberg seorang Profesor Ilmu Informasi di Syracuse University  dan Bob Berkowizt ahli pelatihan media perpustakaan di Syracuse, New York pada tahun 1990. The Big6™ menggunakan pendekatan pemecahan masalah untuk mengajar informasi dan keterampilan informasi serta teknologi. Dalam model ini terdiri dari 6 ketrampilan dan dan 12 langkah. Dimana, setiap keterampilan terdiri dari 2 langkah.
Tabel langkah –langkah Big6
6 Keterampilan
12  Langkah
1. Perumusan Masalah
1.1. Merumuskan masalah
1.2. Mengidentifikasi yang diperlukan
2. Strategi Pencarian informasi

2.1. Menentukan sumber
2.2. Memilih sumber terbaik
3. Lokasi dan Akses

3.1. Mengalokasi sumber secara intelektual dan fisik
3.2. Menemukan informasi di dalam sumber-sumber tersebut
4. Pemanfaatan Informasi

4.1. Membaca, mendengar, meraba dsb
4.2. Mengekstraksi informasi yang relevan
5. Sintesis
5.1. Mengorganisasikan informasi dari pelbagai sumber
5.2. Mempresentasikan informasi tersebut
6. Evaluasi
6.1. Mengevaluasi hasil (efektivitas)
6.2. Mengevaluasi proses (efisiensi)

Keunikan dari model the Big6 ini antara lain adalah karena model ini di klaim oleh pembuatnya sebagai sebuah model “problem solving” dalam menyelesaikan masalah informasi. Hal ini berbeda dengan beberapa model lainnya yang memang sudah diarahkan secara khusus untuk menyelesaikan masalah dalam penulisan. Karena itu, maka model ini sifatnya lebih fleksibel dari model-model literasi informasi lainnya, karena model ini bisa diterapkan pada hampir semua masalah manusia yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang menggunakan informasi sebagai dasar pengambilan keputusannya.[2]
3.        Seven pillar
Seven pillar merupakan model literasi informasi yang dikembangkan oleh SCONUL (Society for Collage and University Libraries), sebuah organisasi yang membawahi perpustakaan di Inggris. Pada model literasi ini,  memiliki pandangan literasi informasi merupakan satu set tujuh dimensi kompetensi, dibangun di atas dasar keterampilan perpustakaan dan kemampuan IT (information technology), yang merupakan dasar bagi mereka. Model literasi dapat dilihat dari gambar berikut:

Gambar model seven pillar
Pada model tersebut, untuk menjadi orang yang melek informasi, dibutuhkan dua keterampilan dasar yaitu keterampilan dasar perpustakaan (basic library skills) dan kemampuan teknologi informasi (IT skills). Antara dasar dan konsep tingkat yang lebih tinggi 'melek informasi' muncul tujuh keterampilan dan atribut, praktek yang mengarah pada kesadaran refleksi dan kritis terhadap informasi sebagai sumber daya intelektual untuk menjadi pengguna kompeten pada tingkat ahli. Perkembangan dari pemula menjadi ahli ditunjukkan oleh panah. Mahasiswa tahun pertama sebagian besar akan berada di bawah panah, mungkin hanya berlatih empat keterampilan pertama, sementara pascasarjana dan mahasiswa penelitian akan bertujuan untuk menjadi ahli menjelang akhir, dan akan bercita-cita untuk ketujuh. Dalam pendidikan tinggi, literasi informasi harus mencakup pengertian tentang individu yang mampu memberikan kontribusi pada sintesis informasi yang ada, untuk lebih mengembangkan ide-ide membangun sintesis dan akhirnya, menciptakan pengetahuan baru dalam disiplin mata pelajaran tertentu .
Semua model literasi tersebut mempunyai ciri tersendiri dalam mencapai sesorang yang melek informasi tak terkecuali model Big6. Alasan pemilihan model ini sebagai alur proses penelitian dalam mengetahui literasi informasi mahasiswa yang diukur dengan standar ACRL karena model ini tidak hanya dapat digunakan sebagai hirarki berfikir yang sistematis untuk mengerjakan penulisan, tapi dapat digunakan sebagai “problem solving tool” dalam memecahkan setiap masalah yang berkaitan dengan informasi sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
Standar Dokumen ACRL menyediakan perancah untuk mengembangkan dan mengukur kemampuan individu melek informasi. Standards ACRL memanfaatkan perkembangan dasar melek informasi dan memperluas keterampilan-keterampilan ke dalam pengaturan pendidikan tinggi. Keterkaitan standar ACRL dan AASL (American Association of School Librarians) menunjukkan berbagai hasil literasi informasi dikembangkan untuk siswa di semua tingkat. Melalui campuran dari K12 standar melek informasi dan standar dari dokumen ACRL, bahwa Big6 dapat menjadi bagian dari proses literasi informasi dalam pendidikan tinggi.[3] Orang yang sangat ahli dalam memecahkan masalah informasi cenderung menggunakan langkah-langkah Big6 tanpa disadari atau mengetahui apa itu, meskipun dia tidak mempelajari Big6.


[1] World Library and Information Congress: 70th IFLA General Conference and Council 22-27 August 2004 Buenos Aires, Argentina Programme: akses 17 April 2011 dari http://www.ifla.org/IV/ifla70/prog04.htm  h.3


[2] Dharma gustiar baskoro.2011.”Literasi Informasi 6 : BIG6 sebagai salah satu metode Literasi Informasi.” http://dbaskoro.blogspot.com  akses 14 Mei 2011
[3] Ru Story-Huffman. “Big6 in Higher Education: Considering the ACRL Standards in a Big6 Context” akses pada 7 Juli 2012 dari http://big6.com

Selasa, 25 September 2012

Standar kompetensi literasi informasi untuk perguruan tinggi

ACRL (Association of College and Research Libraries)



Literasi informasi didefinisikan sebagai set of abilities to ‘recognize when information is needed and have ability to locate, evaluate, and use needed information effectively “Kemampuan untuk mengetahui ketika informasi dibutuhkan dan kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi dan menggunakan informasi secara efektif.” [1]
Untuk mengetahui atau mengukur kemampuan literasi informasi bagi setiap mahasiswa, dibutuhkan sebuah panduan atau standar. Beberapa negara telah mengembangkan standar untuk pengajaran dan penilaian tetap untuk information skill. Salah satu negara yang telah menggunakan standar adalah USA. Rumusan tentang standar kompetensi literasi informasi untuk pendidikan tinggi pernah dilakukan oleh Association of Collage and Research Libraries Standards Committee dan hasilnya juga diakui oleh Tie Board of directors of the Association of Collage and Research Libraries (ACRL) dan pada suatu pertemuan yang diselenggarakan oleh American Library Association di San Antonio, Texas ACRL (Association of Collage and Research Libraries, 2000) Meminta pengesahan pengumuman standar ini dari para professional dan asosiasi akreditasi di perguruan tinggi. Standar kompetensi literasi informasi untuk pendidikan perguruan tinggi menyediakan kerangka kerja untuk mengidentifikasikan individu yang memiliki kompetensi literasi informasi. Dalam kompetensi ini, ada lima standar dan dua puluh dua indikator. Standar berfokus pada kebutuhan mahasiswa di pendidikan tinggi. Standar ini juga menampilkan daftar hasil untuk menilai perkembangan kompetensi informasi mahasiswa.[2] Setelah beberapa pertemuan, diskusi dan publikasi ACRL, pesoalan dokumen tentang information literasi competensi standards for higer education (ACRL 2000) kemudian disahkan oleh AAHE (American Association of Higer education).[3]
Berikut garis besar standar kompetensi literasi informasi perguruan tinggi yang ditetapkan oleh Association of College and Research Libraries pada tahun 2000. 
1.      Standar pertama menyebutkan bahwa mahasiswa yang melek informasi dapat menentukan kebutuhan informasinya.
2.      Standar kedua menyebutkan bahwa mahasiswa yang melek informasi dapat mengakses informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien
3.      Standar ketiga menyebutkan bahwa mahasiswa yang melek informasi dapat mengevaluasi informasi dan sumber-sumber informasi secara kritis dan menyatukan informasi terseleksi kedalam penngetahuan dasarnya dan sisitem nilainya
4.      Standar keempat menyebutkan bahwa mahasiswa yang melek informasi, secara perorangan atau sebagai anggota dari sebuah kelompok, dapat menggunakan informasi secara efektif untuk mencapai tujuan tertentu.
5.      Standar kelima menyebutkan bahwa mahasiswa yang melek informasi dapat memahami isu–isu ekonomi, legal, dan sosial yang melingkupi penggunaan informasi dan akses penggunaan informasi menurut etika dan hukum.





[1] Hannelore Rader. Information literacy a global perspective. (London: Facet publishing),  h. 27
[2]Hasugian, Jonner. “Urgensi literasi informasi dalam kurikulum berbasis kompetensi di perguruan tinggi. Jurnal Pustaha: Jurnal studi Ilmu Perpustakaan, vol. 4. no. 2, Desember 2008, h.38 artikel diakses 15 Febuari 2011 dari http://DOAJ.org.
[3] Hannelore Rader, Information iteracy a global perspective, (London: Facet publishing), h.28



Jumat, 08 Juni 2012



MENEMUKAN INFORMASI  DI PERPUSTAKAAN

Bagaimana menemukan koleksi- koleksi di perpustakaan, secara cepat efektif dan efisien?

Seseorang yang mengetahui akan bagaimana pengorganisasian koleksi perpustakaan maka hal itu akan lebih mudah karena orang tersebut jauh lebih mengerti akan tataletak koleksi yang ditempatkan di rak-rak. Bagi seorang pustakawan untuk menemukan buku merupakan hal yang mudah karena dia sudah mengetahui bagaimana buku diklasifikasi, bagi seorang mahasiswa ilmu perpustakaan hal tersebut juga merupakan hal yang mudah karena dia sudah mempelajari bagaimana buku diklasifikasi. tapi bagaimana sesorang yang belum paham akan klasifikasi koleksi perpustakaan (buku). Meskipun banyak jenis sistem klasifikasi di dunia akan tetapi, kebanyakan perpustakaan di Indonesia menggunakan DDC (Dewey decimal clasification).

DDC (Dewey Decimal Clasification) yaitu sistem persepuluhan yang dibagi berdasarkan disiplin ilmu. DDC ini digunakan untuk pedoman pembuatan notasi atau nomor kelas untuk subjek-subjek umum. Secara garis besar, pembagian disiplin ilmu berdasarkan DDC pada kelas utama yaitu:
000 karya umum
100 ilmu filsafat dan psikologi
200 agama-agama
300 ilmu-ilmu sosial
400 bahasa
500 ilmu-ilmu murni
600 ilmu-ilmu terapan
700 kesenian dan olahraga
800 kasusteraan
900 geografi dan sejarah
Setiap kelas utama dibagi menjadi 10 bagian yang disebut divisi atau ringkasan kedua (second summary). Kemudiana setiap divisi dibagi lagi menjadi 10 bagian seksi atau ringkasan ketiga (third summary). Setiap seksi atau ringkasan ketiga, diperinci lagi menjadi sub seksi.
Untuk lebih mudah mengingat akan klasisfikasi tersebut, maka akan lebih mudah apabila klasifikasi tersebut dikaitkan dengan kehidupan sehari –hari yaitu:
Pertanyaan pertama
SIAPA SAYA ?
100 FILSAFAT DAN PSIKOLOGI
orang berpikir akan dirinya sendiri

pertanyaan kedua
SIAPA YANG MENCIPTAKAN SAYA?
200 AGAMA
Orang berpikir akan penciptanya

Pertannyaan ketiga
SIAPA YANG TINGGAL DI GUA SEBELAH
300 ILMU – ILMU SOSIAL
Orang berpikir tentang orang lain

Pertanyaan keempat
BAGAIMANA SAYA MEMBUAT ORANG LAIN MENGERTI SAYA?
400 FILOLOGI – BAHASA
Orang belajar untuk berkomunikasi dengan orang lain melalui kata – kata dan isyarat.

Pertanyaan ke-lima
BAGAIMANA SAYA MEMAHAMI ALAM DAN DUNIA SEKITAR SAYA?
500 Sains
Orang belajar memahami udara, daratan, dan lautan

Pertanyaan ke-enam
BAGAIMANA SAYA MENGAPLIKASIKAN APA YANG SAYA TAHU TENTANG ALAM?
600 Sains terapan
Orang membuat sesuatu yang dapat mempermudah kehidupan

Pertanyaan ke- tujuh
BAGAIMANA SAYA MENIKMATI WAKTU SENGGANG SAYA?
700 seni dan refleksi
Orang belajar melukis, menggambar, menciptakan musik dll

Pertanyaan ke- delapan
BAGAIMANA SAYA DAPAT MENYAMPAIKAN TENTANG KEPAHLAWANAN SESEORANG?
800 sastra
Orang menjadi penutur cerita; menulis cerita kepahlawanan, binatang, puisi, dll. Ia menulis orang lain dapat menikmatinya.

Pertanyaan kesembilan
BAGAIMANA SAYA MENINGGALKAN REKAMAN KEPADA ORANG LAIN DIMASA MENDATANG?
900 sejarah, geografi dan biografi
Orang menulis apa yang terjadi, kapan itu terjadi dan siapa pelakunya.

Pertanyaan ke- sepuluh
NOMOR YANG LAIN?
000 karya umum
Nomor ini untuk buku yang mengandung informasi pada beberapa subjek seperti ensiklopedi, kamus, atlas, dan buku referensi, lainnya kebanyakan buku –buku ini terdapat  pada koleksi referensi.
 Dengan memehami klasifikasi secara umum kita akan mengetahui, letak buku yang kita cari dimana kelompok buku yang kita cari,,,

Sumber bacaan
Ida farida Dkk. Information literacy: dasar pembelajaran seumur hidup. Jakarta: UIN press. 2005



Rabu, 09 Mei 2012

Kegiatan pengolahan bahan pustaka

di perpustakaan Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengolahan atau “processing” adalah pekerjaan yang diawali sejak koleksi diterima di perpustakaan sampai dengan penempatan di rak atau di tempat tertentu yang telah disediakan. Untuk kemudian siap dipakai oleh pemakai. [1]
1.        Inventarisasi
Menurut Rohanda inventarisasi adalah “Kegiatan pencatatan data-data fisik buku kedalam sarana pencatatan, yang berupa lembaran lepas, kartu, maupun buku dan sering disebut buku induk. Setiap eksemplar bahan pustaka mempunyai satu nomor induk. Adapun informasi lain yang perlu dicatat dalam buku induk adalah judul, pengarang, asal perolehan, nomor induk, bahasa, jumlah eksemplar, dan judul.[2]
Adapun langkah-langkah menginventarisasi buku adalah :
a.        Pemberian stempel buku.
Semua buku yang masuk kedalam perpustakaan harus diberi stempel. Di perpustakaan Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta harus ada tiga stempel melekat pada bahan pustaka (buku)
·           Stempel inventaris
ASAL / TANGGAL    :
NO INDUK                 :
NO PANGGIL            :

stempel ini dicap pada halaman yang memuat daftar bibliografi atau dibalik halaman judul dari sebuah buku. Stempel ini dimaksudkan dari mana buku berasal apakah dari pembelian, hadiah, hibah atau yang lainnya dan tanggal pengadaannya. No induk biasanya merupakan no. barcode buku sedangkan No. panggil berdasarkan klasifikasi.
·           Stempel menandakan kepemilikan

MILIK PERPUSTAKAAN
FAKULTAS SYARI’AH
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA


Stempel inin untuk menandakan bahwa bahan pustaka merupakan milik perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Stempel ini di cap pada halaman judul dan di bagian ahir dari sebuah buku. 
·           Stempel identitas
Stempel identitas perpustakaan syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta di cap pada halaman rahasia, yang diletakan pada halaman 29 dari tiap-tiap bahan pustaka. Bentuk stempel ini berbentuk bulat dengan logo UIN Jakarta dan tulisan Universitas Negri Syarif Hidayatullah Jakarta dan perpustakaan Syariah & Hukum.
b.  Pemberian barcode
Barcode adalah: kode- kode yang menunjukan data-data bibliografi buku. Digunakan oleh perpustakaan yang pelayanan sirkulasinya menggunakan program computer. Barcode dibaca dengan menggunakan barcode reader. [1] Nomor barcode berurutan sesuai dengan buku yang masuk ke perpustakaan dan diolah oleh perpustakaan.

1.        Deskripsi Bibliografi
Deskripsi bibliografis adalah kumpulan informasi bibliografis dari suatu buku yang meliputi nama pengarang, judul edisi, kota terbit, nama penerbit, tahun terbit, keterangan fisik (ukuran tinggi buku dan jumlah halaman), keterangan seri, ISBN dan keterangan lain yang dianggap perlu dan sering menjadi bahan informasi bagi pengguna jasa perpustakaan dalam mencari dan menentukan bahan pustaka yang dibutuhkan.[2]
Deskripsi bibliografi dilakukan setelah semua buku yang akan diolah diberi stempel perpustakaan. Kegiatan pendeskripsian ini, dengan menuliskan pada kertas kecil dari daerah deskripsi bibliografi yang meliputi 8 daerah deskripsi seperti daerah judul dan pernyataan tanggung jawab (kepengarangan), Daerah edisi, Daerah rincian khusus (untuk buku tidak digunakan), Daerah keterangan fisik (kolasi), Daerah judul seri, Daerah catatan, Daerah ISBN (International Standard Book Book Number) dan harga. Pencatatan pada kertas kecil ini, dimaksudkan untuk mempermudah memasukan data ke komputer.
2.        Penentuan tajuk subjek
Penentuan tajuk subjek adalah suatu kegiatan menentukan subjek (isi) dalam suatu bentuk kata. Tajuk subjek buku dapat ditentukan dari judul, daftar isi, pendahuluan atau timbangan buku. [3] Untuk menentukan tajuk subjek buku, biasanya dipergunakan suatu pedoman. Koleksi Perpustakaan Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta meliputi koleksi dalam bidang keislaman dan koleksi umum. Oleh karena itu, perpustakaan menggunakan
a.         Daftar tajuk subjek perpustakaan nasional, terbitan perpustakaan nasional RI untuk subjek-subjek umum.
b.        Daftar tajuk subjek Islam adaptasi dan perluasan DDC seksi Islam. Terbitan Puslitbang Lektur Agama Badan Litbang Agama Departemen Agama untuk penentuan subjek-subjek Islam.
3.        Penentuan notasi klasifikasi
Setelah suatu subjek buku ditentukan, selanjutnya ditetapkan no klasifikasi yang tepat bagi buku tersebut. Towa P. Hmakotrda dan J.N.B. Tairas (1995) mengatakan bahwa klasifikasi adalah pengelompokan yang sistematis daripada sejumlah obyek, gagasan, buku atau benda-benda lain ke dalam kelas atau golongan tertentu berdasarkan ciri-ciri yang sama.[4] Didalam suatu koleksi dipergunakan penggolongan berdasarkan beberapa ciri tertentu (fisik, bentuk, jenis koleksi, dsb).
Setiap bagan klasifikasi menggunakan sistem simbol untuk menetapkan kelas. Simbol yang berfungsi untuk menunjukkan subyek serta hubungan antar subyek disebut dengan notasi. Biasanya notasi berupa angka atau huruf atau gabungan keduanya yaitu angka dan huruf. Misalnya, klasifikasi Persepuluhan Dewey menggunakan angka arab. Ada beberapa doman yang biasa digunakan oleh perpustakaan yaitu DDC, UDC, LC dll. Perpustakaan Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan 2 pedoman yaitu:
a.         Pedoman DDC (Dewey Decimal Clasification). DDC merupakan sistem klasifikasi yang populer dan paling banyak pemakainya. Klasifikasi ini dalam pengembangannya menggunakan sistem desimal angka arab sebagai simbol notasinya. Klasifikasi persepuluhan Dewey terdiri dari 10 kelas utama, 100 divisi, dan seribu seksi.
b.        Pedoman Klasifikasi Islam adaptasi dan perluasan DDC seksi Islam terbitan Puslitbang Lektur Agama Badan Litbang Agama Departemen Agama untuk penentuan subjek-subjek Islam dengan ciri (2x..).
4.        Pelabelan
Setelah buku diklasifikasi, selanjutnya adalah pelabelan pada buku. Menurut Suwarno (2010 : 140) Pelabelan adalah pemasangan label pada punggung buku yang berisi call number sesuai dengan yang tertulis dalam Katalog. Pelabelan ini sebaiknya diketik pada kertas label putih, atau pada kertas HVS biasa yang digunting satu ukuran (seragam), sesuai dengan kebutuhan perpustakaan.[5]
Label didasarkan pada nomor klasifikasi buku, tiga huruf dari nama pengarang utama dan satu huruf pertama dari judul dengan huruf kecil.
Contoh: label di perpustakaan Syariah dan Hukum
PERPUSTAKAAN FSH
001.5
SEV
P
c.4

001.5    :  untuk notasi klasifikasi
      SEV   : untuk 3 huruf pertama dari nama pengarang utama dari tajuk entri utama nama orang SEVILLA, Consuelo G.
P          : untuk satu huruf pertama dari judul buku Pengantar metode penelitian.
c.4       : untuk no. urutan jumlah copian eksemplar buku dalam satu judul.
Pada perpustakaan Syariah dan Hukum UIN Jakarta, label ditempelkan pada punggung buku dengan ketinggian + 3 cm dengan posisi buku berdiri.
5.        Memasukan data ke komputer
Data yang dimasukkan ke komputer adalah data yang sudah dideskripsikan sebelunya yang dicatat dalam lembaran/ kertas kecil yang diselipkan pada setiap judul buku yang meliputi deskripsi bibliografi yang meliputi 8 daerah deskrisi, tajuk subjek yang sudah ditentukan, call number dan data-data lainnya yang diperlukan dalam memasukkan data ke komputer.tertera pada gambar berikut:
Data tersebut untuk memenuhi kebutuhan baik pengguna, maupun pustakawan dalam menelusur koleksi yang dimilki oleh perpustakaan yang nantinya disebut OPAC perpustakaan yang menggunakan sistem TULIS.
6.    Shelving
Shelving atau penyusunan buku di rak adalah kegiatan menempatkan buku-buku yang sudah selesai diolah dan telah dilengkapi dengan label di dalam rak/almari. Buku diatur sesuai dengan sandi buku yang merupakan kode kelompok subjek/isi buku. Dengan demikian dalam penyusunan buku di rak selalu diperhatikan nomor panggil buku karena fungsinya sebagai petunjuk tempat dan nomor urut dimana buku harus ditempatkan.[1]
Untuk penyusunan buku di rak, perpustakaan Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menggunakan urutan kelas dari yang terkecil hingga terbesar agar mempermudah pengguna dalam mencari buku menurut no. klasifikasi. Penempatan juga disesuaikan dengan letak rak untuk notasi klasifikasi yang diterapkan yaitu klasifikasi yang berdasarkan DDC untuk koleksi umum, sedangkkan klasifikasi yang didasarkan pada klasifikasi dan subjek Islam untuk koleksi dengan subjek Islam.


[1] Dedek Iskandar. 2009. Pengolahan bahan pustaka buku pada perpustakaan Universitas Muslim Nusantara (UMN) Medan. Kertas karya program D III Perpustakaan, Fakultas sastra Universitas Sumatera utara. http://Repository.usu.ac.id  akses 12 januari 2012.




[1] Rahayuningsih. 2007. Pengelolaan perpustakaan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Hal. 74
[2]  Yaya Suhendar. 2007. Pedoman katalogisasi: cara mudah membuat katalog perpustakaan. Jakarta: Kencana. Hal.14
[3] Dewi Maharani. 2004. Tinjauan terhadap sistem pengolahan bahan ppustaka bahan pustaka buku pada Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BAPERASDA) Medan. Kertas karya program D III Perpustakaan, Fakultas sastra Universitas Sumatera utara. Hal.12 http://Repository.usu.ac.id  akses 12 januari 2012
[4] Gatot Subroto. S.Kom. 2009. klasifikasi bahan pustaka.
[5] Dedek Iskandar. 2009. Pengolahan bahan pustaka buku pada perpustakaan Universitas Muslim Nusantara (UMN) Medan. Kertas karya program D III Perpustakaan, Fakultas sastra Universitas Sumatera utara. http://Repository.usu.ac.id  akses 12 januari 2012.






[1] Sutarno. N.S. Manajemen perpustakaan. 2006. Jakarta: Sagung seto. Hal.179
[2] Dedek Iskandar. 2009. Pengolahan bahan pustaka buku pada perpustakaan Universitas Muslim Nusantara (UMN) Medan. Kertas karya program D III Perpustakaan, Fakultas sastra Universitas Sumatera utara. http://Repository.usu.ac.id  akses 12 januari 2012.