Selasa, 07 Mei 2013

RANCANGAN PROGRAM KEGIATAN UNTUK PERPUSTAKAAN SEKOLAH

Ø  Pemilihan Anggota teladan (Putri dan pangeran perpustakaan)
Anggota perpustakaan teladan dipilih dari aktivitas siswa dalam memanfaatkan perpustakaan, misalnya dari seringnya siswa menggunakan perpustakaan untuk belajar membaca, dari banyak dan variasi buku yang dipinjam.
Penitia atau pemilih harus tahu buku yang dipinjam benar-benar dibaca atau hanya asal banyak pinjam saja. Cara kita mengetahuinya dengan aktifnya anak tersebut mengikuti acara perpustakaan berupa diskusi tentang suatu buku, mengikuti kegiatan membuat synopsis, retelling, bedah buku dan  acara  yang lain-lain yang dibuat perpustakaan. Ada hadiah yang diberikan bisa berupa buku-buku.
·    Sasaran : Program Semester
Ø  Sistem kunjungan wajib ke perpustakaan. 
     Dalam program kunjungan wajib, siswa diminta minimal membaca buku yang berbeda 2 (dua) pekan atau tiap bulan.  Kemudian menuliskan dan melaporkan synopsis atau ringkasan isi yang sudah dibaca kepada guru. Dengan demikian, dalam satu bulan tiap anak minimal membaca  1 atau 2  buku yang berbeda.
·    Sasaran: program bulanan
Ø  User education
Pengenalan terhadap siswa berkaitan dengan perpustakaan. misalnya pengenalan klasifikasi yang dipakai perpustakaan, pengenalan layanan yang disediakan perpustakaan, pengenalan tata tertib perpustakaan. 
·    Sasaran: Tahunan untuk siswa baru
Ø  Bedah buku dengan penulis
Mengupas-tuntas buku dari berbagai sisi, desain, isi. Kupas tuntas termasuk menilai dan mengkritik yang disajikan penulis buku. Perpustakaan bekerjasama dengan sekolah mengundang salah seorang penulis untuk membahas buku yang dikarang oleh penulis. Saat pelaksanaan, sekolah dapat mengundang dari sekolah lain untuk menghadiri acara bedah buku tersebut. Sebaiknya yang hadir sudah membaca buku yang dibedah.
·    Sasaran: Semester atau tahunan
Ø  Lomba cerdas cermat. Tidak hanya menilai berapa banyak buku yang dipinjam oleh seorang anggota perpustakaan, namun juga variasi judul subjek dan pemahaman terhadap isi buku tersebut.  Perpustakaan bekerjasama dengan guru dapat mengadakan semacam cerdas cermat mengenai isi buku yang ada di perpustakaan. Sebaiknya tiap acara dengan tema tertentu misalnya lingkungan, tekologi, agama dan sebagainya.
·    Sasaran: Semester
Ø  Lomba re-telling, menceritakan kembali isi buku
     Dalam lomba ini, siswa diminta untuk menggunakan buku yang ada di perpustakaan. Pihak panitia bisa merekomendasikan buku yang ada di satu rak khusus dan mereka diminta untuk memilih salah satu dari buku tersebut.  Pustakawan atau guru dapat memberi bimbingan kepada murid yang akan mempersiapkan re-telling ini. Kegiatan ini sekaligus digunakan untuk melihat keaktifan murid dalam menggunkan perpustakaan dan betul-betul membaca buku yang dipinjam.
Setiap tampil, murid tersebut mendapat reward kecil-kecilan, tidak perlu dinilai baik atau jelek yang penting penghargaan atas kemauannya membaca dan tampil.
Acara ini bekerjasama dengan guru-guru. Pada akhir tiap murid tampil, guru atau pustakawan memberikan ulasan singkat tentang cara penyampain, urutan, isi, bahasa dan sebagainya. Buku tidak perlu terlalu tebal, sehingga dalam satu acara bisa lebih dari satu murid yang tampil. Sekaligus melatih murid untuk berani tampil dengan konsep yang jelas.
·    Sasaran: bulanan
Ø  Lomba membuat sinopsis
     Buku-buku yang dibuat sinopsis, bisa menggunakan buku-buku koleksi perpustakaan sekolah atau buku-buku yang dimiliki oleh siswa. Peserta bersifat perorangan, judul buku bebas dengan tema ditentukan. Tidak  perlu buku tebal, synopsis  cukup dua lembar kertas A4, dapat ditulis tangan atau ketik. Guru atau pustakawan dapat membimbing murid. Merupakan latihan untuk lomba synopsis yang lebih luas, perlu ada reward bagi yang hasilnya dianggap bagus.
·    Sasaran dapat dilakukan tiap libur panjang atau Tahunan
Ø  Story telling atau bercerita
    Peserta bisa bersifat perorangan atau kelompok. Setiap peserta menceritakan cerita yang telah dibuat dengan tema yang telah ditentukan. Media yang digunakan untuk bercerita bersifat bebas sesuai dengan cerita yang dibawakan.
·    Sasaran: semester atau tahunan
Fitriatus Saomi R

Sabtu, 09 Februari 2013

RINGKASAN BELAJAR KLASIFIKASI DALAM PERPUSTAKAAN

Klasifikasi tidak sekedar mengelompokan atau mengumpulkan akan tetapi ada juga mengenai ciri.

klasifikasi merupakan pengelompokan suatu benda yang memiliki kesamaan ciri dasar pengelompokan.

Klasifikasi dapat melalui 2 cara dilihat dari
1. ciri fisik (klasifikasi artifisal) seperti tebal buku, sampul, halaman, dll
2. ciri isi (klasifikasi fundamental): berdasarkan isi

Langkah utama dalam pengklasifikasian:
1. kegiatan analisis Subjek: kegiatan menentukan subjek suatu benda
2. penterjemahan hasil analysis subjek kedalam bahasa indeks biasanya berupa notasi (angka, huruf, gabungan angka dan huruf)

bahasa indeks: DDC, UDC, LC, CC, BC
Subjek bisa merupakan ilmu/ sub disiplin ilmu atau fenomena

fenomena menggambar konsep subjek
contoh
judul: pendidikan remaj  maka remaja merupakan fenomena
judul : beternak ayam maka, ayam merupakan fenomena

menentuakna fenomena dan disiplin ilmu
1. Pendidikan dasar di Indonesia
    pendidikan fenomena
    disiplin ilmu: ilmu pendidikan
2. Budidaya udang
    udang: fenomena
    disiplin ilmu: peternakan

3 konsep dari suatu dokumen
1. konsep isi
2. konsep fenomena
3. konsep bentuk

2 kegiatan analysis subjek
1. menentukan isi subjek suatu dokumen
2. menentukan konsep subjek utama suatu dokumen



Jumat, 01 Februari 2013


Perkembangan konsep Definisi literasi Informasi


Konsep literasi informasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Paul Zurkowski, presiden dari Asosiasi Industri Informasi AS, dalam proposal yang disampaikan kepada National Commission on Libraries and Information Science (NCLIS). Menurut Zurkowski “People trained in the application of information resources to their work can be called information literates. They have learned techniques and skills for utilizing the wide range of information tools as well as primary sources in moulding information solutions to their problems” "Orang-orang terlatih dalam penerapan sumber daya informasi untuk pekerjaan mereka dapat disebut informasi aksarawan. Mereka telah belajar teknik-teknik dan keterampilan untuk memanfaatkan berbagai alat informasi serta sumber-sumber utama dalam solusi informasi cetakan untuk masalah mereka "(Behrens, 1994; Bruce, 1997a).

Beberapa penulis sepakat bahwa gerakan literasi informasi telah berkembang dari Instruksi perpustakaan, instruksi bibliografi dan instruksi pemakai (user training) (Rader, 1991; Snavely & Cooper, 1997; Bruce, 2000; Pelaut, 2001). Pada tahun 1930-an, perpustakaan frase orientasi dan instruksi perpustakaan yang biasa digunakan dalam Anglo-Amerika kepustakawanan untuk nama kegiatan mengajar penggunaan perpustakaan. HW Wilson, diterbitkan sejak 1921, diindeks materi pada pengajaran menggunakan perpustakaan dari periode 1930-1988 di bawah instruksi menuju menggunakan perpustakaan dan kemudian instruksi perpustakaan. Pada tahun 1988 kalimat diubah menjadi instruksi bibliografi dan ini tetap frase diterima untuk kegiatan perpustakaan mengajar atau menggunakan informasi. LISA: perpustakaan dan ilmu informasi abstrak pustaka yang digunakan: gunakan instruksi 1970-1992 dan pada tahun 1993 berubah menjadi dua judul: literasi informasi dan pelatihan pengguna (Peterson, 2001). Pada tahun 1992 istilah literasi informasi juga ditambahkan sebagai deskriptor ke Thesaurus ERIC (Spitzer et al, 1998). Keaksaraan Perpustakaan biasanya didefinisikan sebagai 'pembelajaran keterampilan dasar informasi menemukan' (Lubans, 1978)

Definisi tahun 1970-an menyoroti sejumlah persyaratan untuk melek informasi, namun tidak mengidentifikasi pengetahuan yang sebenarnya dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mencari informasi dan menggunakannya. Namun, literasi informasi juga dipandang sebagai sesuatu yang melayani fungsi kewarganegaraan Behrens menunjukkan bahwa definisi dari tahun 1970-an telah dikembangkan dalam menanggapi jumlah yang meningkat pesat informasi yang tersedia dan untuk mengatasi kelebihan informasi (Behrens, 1994; Spitzer et al, 1998).

Sepanjang tahun 1980-an, pustakawan, ahli komunikasi dan pendidik memberikan kontribusi untuk pengembangan definisi. Konsep literasi informasi dikembangkan dan mulai memainkan peranan yang lebih besar dalam program pendidikan, terutama di perpustakaan-perpustakaan Perguruan Tinggi. Pada tahun 1986 dalam suatu pertemuan yang diprakarsai oleh US National Commission on Libraries and Information Science dan dihadiri oleh sekelompok pustakawan media, pendidik, masyarakat yang peduli dan penerbit didiskusikan tentang cara-cara menjelaskan, mengembangkan dan mempromosikan peranan program perpustakaan media dalam pengajaran informasi yang terkait dengan keterampilan menemukan dan menggunakannya kepada anak-anak dan remaja. Pada pertemuan ini juga di kemukakan peranan perpustakaan dan sumber informasi dalam pendidikan dasar dan menengah (K-12).

Dalam pengaturan pendidikan tinggi definisi yang dibuat oleh Martin Tessmer untuk Auraria Library at the Denver campus of the University of Colorado Perpustakaan Auraria di kampus Denver University of Colorado (1985) menyatakan: “information literacy is the ability to effectively access and evaluate information for a given need”. "literasi informasi adalah kemampuan untuk secara efektif mengakses dan mengevaluasi informasi untuk kebutuhan tertentu". Ini memberikan daftar keterampilan yang dibutuhkan sebagai ciri-ciri melek informasi.

Library Association (ALA) Komite Presiden tentang Melek Informasi dan Forum Nasional Literasi Informasi, sebuah koalisi lebih dari 65 organisasi nasional, pada tahun 1987. Kelompok ini termasuk pemimpin dalam bidang pendidikan dan librararianship ingin menunjukkan bahwa melek aksara tidak bisa lagi dianggap hanya sebagai kemampuan untuk membaca dan menghafal basis pengetahuan, melainkan keaksaraan harus memerlukan kemampuan untuk memperoleh dan mengevaluasi informasi yang dibutuhkan dalam setiap situasi (Pettersson, 2000).

Laporan, didistribusikan secara luas dan dibahas, menghasilkan definisi literasi informasi yang paling banyak diterima di kalangan pendidikan tinggi: To be information literate, a person must be able to recognize when information is needed and have the ability to locate, evaluate, and use effectively the needed information” "Untuk menjadi melek informasi, seseorang harus mampu mengenali kapan informasi yang diperlukan dan memiliki kemampuan untuk menemukan, mengevaluasi, dan menggunakan informasi yang dibutuhkan secara efektif "(Spitzer et al, 1998). Laporan ini menekankan bahwa siswa harus kompeten dalam enam bidang umum: a) mengenali kebutuhan untuk informasi b) mengidentifikasi informasi apa yang akan mengatasi masalah tertentu c) mencari informasi yang dibutuhkan d) mengevaluasi informasi yang menemukan e) mengorganisir informasi f) menggunakan informasi secara efektif dalam mengatasi masalah yang spesifik (ALA, 1989).

Pada akhirnya, informasi orang melek adalah mereka yang telah belajar bagaimana untuk belajar. Mereka tahu bagaimana untuk belajar karena mereka tahu bagaimana pengetahuan terorganisasi, bagaimana menemukan informasi, dan bagaimana menggunakan informasi sedemikian rupa sehingga orang lain dapat belajar dari mereka. Mereka adalah orang-orang siap untuk belajar seumur hidup, karena mereka selalu dapat menemukan informasi yang diperlukan untuk setiap tugas atau keputusan di tangan "(ALA, 1989: 3).
Beberapa upaya dilakukan selama tahun 1990-an untuk mengembangkan definisi lebih lanjut. Rader menambahkan memperluas definisi bahwa informasi-melek orang tahu bagaimana menjadi pembelajar seumur hidup dalam masyarakat informasi dan menjadi melek informasi adalah penting untuk kelangsungan hidup di masa depan. Dia menekankan bahwa warga negara melek informasi akan siap untuk memperoleh dan menggunakan informasi yang sesuai untuk situasi apapun, di dalam atau di luar perpustakaan, lokal dan global (Rader, 1990; 1991).

banyak definisi telah diusulkan oleh beberapa organisasi, lembaga dan penulis (Virkus, 2003).
Mereka mendefinisikan 'melek informasi' sebagai seperangkat kompetensi dasar yang harus digunakan oleh semua orang. " Namun, definisi terbaru The Chartered Institute of Library and Information Professionals CILIP menggambarkan literasi informasi dengan cara berikut:

They define 'information literacy 'as a set of basic competencies that should be used by everyone.' However, the latest definition of CILIP is describing information literacy in the following way:
Information literacy is knowing when and why you need information, where to find it, and how to evaluate, use and communicate it in an ethical manner (CILIP, 2005). Literasi informasi adalah mengetahui kapan dan mengapa Anda memerlukan informasi, di mana menemukannya, dan bagaimana mengevaluasi, menggunakan dan mengkomunikasikannya secara etis (CILIP, 2005).

Webber & Johnston define information literacy as an efficient and ethical information behaviour:
...information literacy is the adoption of appropriate information behaviour to obtain, through whatever channel or medium, information well fitted to information needs, together with critical awareness of the importance of wise and ethical use of information in society. (Webber & Johnston, 2002) ... Melek informasi adalah adopsi dari perilaku informasi yang tepat untuk memperoleh, melalui apa pun saluran atau media, informasi ini cocok untuk kebutuhan informasi, bersama dengan kesadaran kritis tentang pentingnya penggunaan yang bijaksana dan etis dari informasi dalam masyarakat. (Webber & Johnston, 2002)

Boekhorst (2003), dari Belanda, menemukan bahwa semua definisi dan deskripsi dari literasi informasi yang disajikan selama bertahun-tahun dapat diringkas dalam tiga konsep:
• Konsep TIK: melek Informasi mengacu pada kompetensi untuk menggunakan ICT untuk mengambil dan menyebarkan informasi.
• Informasi (ulang) konsep sumber: melek informasi mengacu pada kompetensi untuk menemukan dan menggunakan informasi secara mandiri atau dengan bantuan perantara.
• Konsep memproses informasi: melek informasi mengacu pada proses mengenali membutuhkan informasi, mengambil, mengevaluasi, menggunakan dan menyebarkan informasi untuk memperoleh atau memperluas pengetahuan. Konsep ini mencakup baik ICT dan informasi (kembali) sumber